Punya Penyakit Bawaan? Cek Daftar yang Bisa dan Tak Bisa Vaksin COVID-19 - gambar diambil dari internet, segala keluhan mengenai hak cipta, dapat menghubungi kami
Jakarta, Bolong.id - Sebelum melakukan vaksinasi COVID-19, masyarakat perlu lebih memperhatikan detil ketentuan yang boleh maupun tidak boleh disuntik vaksin.
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) memberikan rekomendasi daftar pemberian vaksinasi COVID-19 produksi Sinovac terhadap orang dengan komorbid atau penyakit bawaan/penyerta, dilansir dari CNBC Indonesia, Sabtu (2/1/2021).
Rekomendasi itu berdasarkan data publikasi fase I/II mengenai Sinovac, data uji fase III di Bandung, dan data uji vaksin dengan jenis tidak aktif lainnya. Sehingga, PAPDI dapat menyusun daftar penderita penyakit komorbid yang tidak bisa atau belum layak mendapatkan vaksin COVID-19. Rekomendasi ini diberikan kepada Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dengan tembusan ke Kementerian Kesehatan.
Kriteria pemberian vaksin pada orang dewasa sehat berusia 18-59 tahun, menandatangani surat persetujuan, menyetujui mengikuti aturan dan mengikuti jadwal imunisasi. PAPDI menegaskan bahwa pada individu yang akan divaksin, jika terdapat lebih dari 1 penyakit penyerta dan ada yang belum layak divaksin, maka dipilih yang belum layak.
Berikut daftar penderita penyakit bawaan yang tak bisa atau belum layak divaksin COVID-19.
1. Penyakit autoimun sistemik (SLE, Sjogren, vaskulitis, dan autoimun lainnya): Pasien tidak dianjurkan untuk diberikan vaksin Covid-19 sampai hasil penelitian yang lebih jelas telah dipublikasi.
2. Sindrom Hiper IgE: Pasien penyakit ini tidak dianjurkan untuk diberikan vaksin COVID-19 sampai hasil penelitian yang lebih jelas telah dipublikasi.
3. Pasien dengan infeksi akut: Pasien dengan kondisi penyakit infeksi akut yang ditandai dengan demam menjadi kontraindikasi vaksinasi.
4. PGK (penyakit ginjal kronis) non dialisis, PGK dialisis, transplantasi ginjal, sindroma nefrotik dengan imunosupresan/kortikosteroid: Pemberian vaksin belum direkomendasikan pada pasien penyakit ini karena belum ada uji klinis mengenai efikasi dan keamanan vaksin tersebut terhadap populasi ini.
5. Hipertensi (tekanan darah tinggi): Beberapa uji klinis dari sejumlah vaksin COVID-19 telah meneliti pasien dengan hipertensi. Sayangnya, penderita penyakit ini belum direkomendasikan mendapat vaksin COVID-19 karena belum ada rekomendasi. Rekomendasi menunggu hasil uji klinis di Bandung.
6. Gagal jantung: Belum ada data mengenai keamanan vaksin pada pasien ini.
7. Penyakit jantung koroner: Belum ada data mengenai keamanan vaksin COVID-19 pada penyakit ini.
8. Reumatik autoimun (autoimun sistemik): Hingga saat ini belum ada data. Pemberian vaksin COVID-19 untuk pasien ini harus mempertimbangkan risiko dan keuntungan kasus per kasus secara individual, dan membutuhkan surat persetujuan dari pasien.
9. Penyakit-penyakit gastrointestinal: Penyakit-penyakit gastrointestinal yang menggunakan obat-obat imunosupresan, sebetulnya tak masalah diberikan vaksinasi COVID-19, hanya saja respons imun yang terjadi tidak seperti yang diharapkan.
10. Hipertiroid/hipotiroid karena autoimun: Tidak dianjurkan diberikan vaksin COVID-19 sampai ada hasil penelitian jelas.
11. Kanker: Studi klinis Sinovac tidak melibatkan pasien dengan kondisi tersebut. Belum ada data pada kelompok tersebut, sehingga belum dapat dibuat rekomendasi terkait pemberian vaksin.
12. Pasien hematologi onkologi: Studi klinis Sinovac juga tidak melibatkan pasien dengan kondisi ini, jadi belum dapat dibuat rekomendasi terkait pemberian vaksin Sinovac pada kelompok ini.
Berikut penyakit penyerta yang layak vaksinasi COVID-19:
1. Reaksi anafilaksis yang bukan akibat vaksinasi COVID-19
2. Riwayat alergi obat
3. Riwayat aleri makanan
4. Asma bronkial: Jika pasien dalam keadaan asma akut,disarankan menunda vaksinasi sampai asma pasien terkontrol baik.
5. Rhnitis alergi
6. Urtikaria: Jika tak ada bukti timbulnya urtikaria atau biduran/ruam kulit akibat vaksinasi, maka vaksin layak diberikan. Tapi bila ada bukti urtikaria, maka menjadi keputusan dokter klinis untuk pemberian vaksin. Pemberian antihistamin dianjurkan sebelum dilakukan vaksinasi.
7. Dermatitis atopi
8. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK): Pasien dalam kondisi PPOK eksaserbasi akut disarankan menunda vaksinasi sampai kondisi eksaserbasi teratasi.
9. Tuberkulosis: Pasien TBC, termasuk TB paru, dalam pengobatan layak mendapat vaksin COVID-19 minimal setelah dua minggu mendapat obat anti-tuberkulosis.
10. Kanker paru: Pasien kanker paru dalam kemoterapi/terapi target layak mendapat vaksinasi.
11. Interstitial Lung Disease (ILD): Bisa mendapatkan vaksin jika dalam kondisi baik dan tidak dalam kondisi akut.
12. Penyakit hati: Penilaian kebutuhan vaksinasi pada pasien dengan penyakit hati kronis sebaiknya dinilai sejak awal, saat vaksinasi paling efektif/respons vaksinasi optimal. Jika memungkinkan, vaksinasi diberikan sebelum transplantasi hati.
13. Diabetes Melitus (DM): Penderita DM tipe 2 terkontrol dan HbA1C di bawah 58 mmol/mol atau 7,5% dapat diberikan vaksin.
14. HIV: Vaksinasi yang mengandung kuman yang mati/komponen tertentu dari kuman dapat diberikan walaupun CD4200.
15. Obesitas: Pasien obesitas tanpa komorbid berat bisa mendapatkan vaksin.
16. Nodul tiroid: Bila tiroid tidak ganas, pasien bisa mendapatkan vaksin.
17. Pendonor darah: Pendonor darah sebaiknya bebas vaksinasi selama setidaknya 4 minggu, untuk semua jenis vaksin. Jika vaksin Sinovac diberikan dengan jeda 2 minggu antar dosis, maka setelah 6 minggu baru bisa donor kembali.
18. Penyakit gangguan psikosomatis: Sangat direkomendasikan dilakukan komunikasi, pemberian informasi, dan edukasi yang cukup lugas pada penerima vaksin. Perlu dilakukan identifikasi masalah gangguan psikosomatik, khususnya gangguan ansietas dan depresi. Orang yang sedang mengalami stres (ansietas/depresi) berat, dianjurkan diperbaiki kondisi klinisnya sebelum menerima vaksinasi. (*)
Advertisement