Lama Baca 4 Menit

"Kongko", Tradisi Orang Tionghoa yang Diadaptasi Orang Betawi

22 November 2020, 17:15 WIB

Kongko - Image from Voi.id

Jakarta, Bolong.id - Saat masih sekolah, manusia selalu disebut sebagai makhluk sosial. Itu karena manusia memiliki dorongan kuat untuk berinteraksi kepada sesama.

Di Indonesia, tradisi berkumpul cukup umum. Setiap kelompok memiliki sebutan masing-masing untuk menggambarkan istilah kumpul. Di kalangan masyarakat Betawi, orang-orang menyebutnya "kongko."

Dalam tradisi Betawi, kongko dimaknai sebagai momen untuk membicarakan ragam topik, dari yang resmi hingga santai. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menjelaskan arti kongko sebagai tindakan bercakap-cakap yang tidak ada artinya atau mengobrol.

Secara etimologi, maka kata kongko berasal dari bahasa Tionghoa dialek Hokkian sub dialek Emwi (Amoy) 講古/ 讲古 (baca: kóng kó) yang secara artinya bercerita tentang segala hal yang terjadi di masa lampau. Karena itu, secara garis besar kongko digambarkan sebagai aktivitas berinteraksi serius ataupun santai terkait masa lalu.

Gambaran sejarah kongko direkam Zeffry Alkatiri dalam buku Jakarta Punya Cara (2012). Ia menjelaskan, tradisi kongko pertama kali dipopulerkan oleh orang Tiongkok-Betawi jauh sebelum Indonesia merdeka. Saat itu, orang Tiongkok-Betawi memiliki kebiasaan kumpul bersama sanak famili setiap sore hingga menjelang malam di dalam rumah.

“Pada waktu itulah mereka mengobrol dengan kerabat, teman atau tetangga. Selain itu, kongko-kongko juga dilakukan secara tertutup di suatu tempat yang hanya diketahui oleh orang yang perlu saja. Kongko seperti itu biasanya membicarakan masalah bisnis atau masalah yang penting,” Zeffry menulis.

Dilansir dari VOI, saking Populernya tradisi kongko, akibatnya kongko pun menjadi lestari di setiap kawasan pecinan. Sebut saja seperti di Pasar Baru, belakang Glodok, Taman Sari, Gunung Sahari, dan beberapa tempat lainnya.

“Mereka biasanya menggunakan setelan baju tidur. Mereka kongkowan leha-leha uncang-uncang kaki, sambil berkipas dengan kipas bambu dan makan panganan kecil, seperti kacang atau kuaci, yang diselingi minum teh atau es sirop.”

Akan tetapi, bahan yang diceritakan adalah cerita masa lalu, yang membahas soal leluhur mereka. Dikutip dari G.J Nawi dalam tulisannya Kongko Betawi (2019), lestarinya tradisi ini terletak dari kongkowan yang senantiasa secara bergantian bercerita. Saat kongko biasanya juga ada makanan seperti kue, manisan yanwo (sarang walet),teh dan kopi bahkan ciu (arak).

“Kemudian kebiasaan ini diadaptasi oleh masyarakat Betawi dengan duduk di bale-bale depan rumah, bercengkerama ngalor-ngidul sambil ditemani makanan ringN seperti roti gambang, kue lopis, ketan urap, dan minuman kopi atau teh."

Tidak seperti orang Tionghoa, kongko di Indonesia membahas topik yang luas. “(Semuanya) tergantung topik yang akan dibahas. Intinya adalah mengisi waktu luang.”

Menurut budayawan Betawi, Masykur Isnan, kongko merupakan bagian dari aktivitas silaturahmi orang Betawi. Yang mana, bagi orang Betawi melakukan silaturahmi merupakan hal yang penting dan telah dilakukan secara turun-temurun.

Dalam tradisi kongko, orang Betawi menjadi paham bahwa dunia tak ubahnya sebagai tempat yang dikonstruksikan untuk menjaga persahabatan. Saking pentingnya kongko, aktivitas berkumpul itu tak hanya dianggap sebagai sarana berbagi cerita. Namun dalam setiap kali kongko, orang Betawi pun memilki ketergantungan emosional dan sosial antar satu dan lainnya. (*)