Lama Baca 5 Menit

BBC News Dihujat Karena Menyebarkan Berita Bohong Mengenai Uighur


BBC News Dihujat Karena Menyebarkan Berita Bohong Mengenai Uighur-Image-1

Wanita Uighur - Image from CGTN

Jakarta, Bolong.id - Belum lama ini, kanal YouTube Numuves, seorang pengamat politik dari Kanada yang tinggal di Tiongkok mengungkap bahwa BBC menggunakan klip berita berbahasa Mandarin dari CGTN terkait kampanye pengentasan kemiskinan secara intensif di daratan Tiongkok dan mengeditnya sebagai bukti "skema genosida". 

Dalam video yang diunggah pada 30 Maret 2021 itu, Numuves menunjukkan bagian dari video asli CGTN yang sengaja tidak dicantumkan BBC dan menyoroti bias atau distorsi makna dari video olahan BBC.

Video hasil olahan BBC yang ditayangkan dalam program BBC News at Ten ini diunggah di kanal resmi BBC News 3 Maret 2021 lalu. Diunggah dengan judul Bukti Baru Tiongkok Memindahkan Pekerja Minoritas Uighur, video ini mengatakan investigasi BBC menemukan bukti bahwa kebijakan Tiongkok yang memindahkan ratusan ribu orang Uighur dan etnis minoritas lainnya dari barat laut Xinjiang untuk bekerja di pabrik yang jauh dari rumah dimanfaat untuk mengasimilasi penduduk.

Netizen pun geram dan membanjiri kolom komentar mempertanyakan integritas BBC. Mereka menyebut reporter BBC sebagai "pembohong" dan berkata "ini alasan Inggris melarang CGTN". Selain itu, banyak pula yang mengutip sumber klip video asli dari CGTN dan menunjukkan kejanggalan video BBC.

Akun bernama Ren Qa menjelaskan, "gadis dalam video itu menolak menjadi ibu rumah tangga seperti yang diminta ayahnya. Pria CPC itu mencoba mendorongnya untuk mandiri dan memperjuangkan hidupnya sendiri, sesuatu yang akan dipuji di film Hollywood mana pun sekarang adalah kejahatan dalam nada BBC."

Lebih lanjut, akun D' Artagnon mengatakan "Andai saja kalian bisa mengerti bahasa mandarin dan tahu apa yang sebenarnya dikatakan pria itu ... Dia bilang jika mereka pindah, itu akan membantu mereka keluar dari kemiskinan dan peluang pendidikan yang lebih baik. Jangan biarkan media barat membodohi Anda, minoritas seperti Uighur lebih mudah masuk ke universitas dan tidak terpengaruh oleh kebijakan satu anak."

Adapun klip yang digunakan oleh BBC memang seperti yang ditunjukkan dalam video milik CGTN berjudul Assignment Asia Episode 75: Mengubah Kehidupan dan Membangun Jembatan di Xinjiang yang terbit di kanal YouTube resmi CGTN pada November 2017. 

Video ini sebenarnya menyoroti inisiatif pemerintah Tiongkok untuk merekrut wanita muda dari beberapa desa termiskin di Xinjiang untuk bekerja di provinsi lain demi memberdayakan mereka dan membantu mengangkat keluarga mereka keluar dari kemiskinan.

Dalam video CGTN itu, dapat dilihat para wanita usia produktif dari keluarga petani yang tidak pernah keluar dari desanya didorong untuk pergi ke provinsi lain untuk memperoleh pendapatan yang lebih baik. Mereka pun diberi keterampilan sekaligus direkrut untuk bekerja di pabrik kain. 

Isak tangis yang ditampilkan dalam video BBC sebenarnya merupakan cuplikan momen pelepasan anak-anak muda ini oleh keluarganya ketika merantau untuk pertama kalinya. Wanita-wanita Uighur ini pun diajarkan bahasa mandarin dan diberikan seragam kerja, bagian yang oleh BBC ditampilkan sebagai "indoktrinasi". 

Lebih lanjut, di video itu turut menampilkan para wanita Uighur ini pergi ke pusat perbelanjaan untuk pertama kalinya, berlibur, dan bahkan seorang peserta program ini mengatakan ingin membawa orang tua mereka ke tempat ia bekerja untuk kehidupan yang lebih layak.

Dilaporkan oleh Global Times, perilaku menyimpang BBC seperti ini ternyata bukan yang pertama kalinya. Bahkan, dikatakan para ahli mendukung Tiongkok untuk menindak keras BBC untuk berbagai laporannya yang bias dan bahkan palsu. 

Disebutkan oleh kantor media itu, sebelumnya BBC pernah mengeluarkan laporan yang mengklaim wanita di Uighur mengalami pelecehan seksual dan penyiksaan secara sistematis serta kerja paksa. 

Ternyata, dari investigasi tim Global Times didapati klaim tersebut selalu dikatakan oleh "aktris" yang sama dan tim menjumpai pengaplikasian teknologi secara masif di perkebunan kapas Xinjiang sehingga kebutuhan "kerja paksa" bisa dibilang tidak ada. (*)