Makassar, Bolong.id - Vihara Ibu Agung Bahari di Kota Makassar, Selawesi Selatan, setiap hari dikunjungi masyarakat dari berbagai kalangan.
Dilansir dari Sorotmakassar.com, ada wisatawan lokal dan mancanegara. Juga mahasiswa rekreasi edukasi. Vihara ini saksi sejarah pasang surutnya kehidupan etnis Tionghoa di kota Makassar, mulai zaman penjajahan Belanda sampai kini.
Bangunannya kokoh di kawasan Pe Tiongkok atau Jalan Sulawesi No.41, juga secara tidak langsung menyimpan sejarah perkembangan kota Makassar.
Menurut sejarah, sekitar abad ke-14 dan 15 di masa Dinasti Tang dan Dinasti Ming, orang-orang Tionghoa mulai memasuki pesisir selatan Makassar.
Mereka melabuhkan kapal-kapal besar yang berisikan senjata, kain dan pernak-pernik untuk melakukan perdagangan.
Para pedagang asal Tiongkok ini kemudian memutuskan membentuk suatu komunitas di pesisir pantai. Dari sinilah awal mulanya terbentuk perkampungan Tiongkok di Makassar yang kini dikenal dengan kawasan PeTiongkokn, dan selanjutnya hidup membaur dengan penduduk setempat.
Karena sebagian besar pendatang berprofesi pedagang yang tentu saja menggantungkan hidup kepada kebaikan laut dalam menempuh perjalanan untuk melakukan perdagangan, mereka lalu mendirikan klenteng bernama Thian Hou Kiong (Istana Ratu Laut) atau Ma Tjo Poh.
Klenteng ini dibangun oleh Kapitan Lie Lu Chang pada tahun 1738. Tapi jika mempelajari prasasti yang ada disana, sesungguhnya klenteng itu sudah pernah berdiri sekitar 100 tahun sebelumnya di Hoogepad – sekarang Jln Achmad Yani. Ketika VOC berkuasa di Makassar, klenteng dipindahkan ke Jln Sulawesi persimpangan Jln Serui.
Gedung peribadahan tersebut dihadirkan untuk tempat bersembahyang memuja Dewi Ma Tjo Poh yang dipercaya oleh masyarakat Tionghoa tradisional sebagai dewi pembawa berkah dan keselamatan di laut.
Saat ini Vihara Ibu Agung Bahari berfungsi sebagai tempat peribadahan umat Buddha. Mereka yang datang bersembahyang bukan hanya etnis Tionghoa yang tinggal sekitar vihara, tapi juga dari wilayah lain di Makassar, dan bahkan dari luar kota hingga manca negara.
Meski berfungsi sebagai tempat bersembahyang umat Buddha, vihara itu sesekali masih difungsikan untuk melakukan ritual perayaan hari-hari besar kepercayaan tradisional Tionghoa. Aktivitas ibadah disini biasanya berlangsung 2 kali sebulan, pada awal bulan dan pertengahan bulan. (*)
Informasi Seputar Tiongkok
Advertisement