Hong Kong - Image from Gambar diambil dari internet, segala keluhan mengenai hak cipta, dapat menghubungi kami.
Bolong.id - Jepang dan Korea Selatan (Korsel) ingin mempertimbangkan strategi bisnis darurat mereka untuk meningkatkan daya tarik kepada perusahaan-perusahaan Hong Kong setelah Tiongkok memperkenalkan UU Keamanan Nasional untuk Hong Kong menjelang ulang tahun ke-23 dari kembalinya mantan koloni Inggris tersebut ke pemerintahan Tiongkok pada 1 Juli. Namun, tingkat pajak Tokyo yang tinggi dan peraturan Korea Selatan yang rumit sulit untuk diabaikan, terutama jika dibandingkan dengan pesaing mereka seperti Singapura.
Pemerintahan Beijing, bagaimanapun tetap mempertahankan pembuatan undang-undang baru untuk mengembalikan stabilitas kota yang dilanda protes anti-pemerintah yang menyebabkan banyak kekerasan terjadi di kota tersebut. Di sisi lain, perusahaan asing telah mencari kemungkinan strategi jika undang-undang tersebut akhirnya membatasi aliran informasi di kota atau memengaruhi kemampuan mereka.
Bulan ini, Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe mengatakan Jepang dapat menampung penduduk Hong Kong yang bekerja di sektor keuangan, dan Partai Demokrat Liberal yang berkuasa juga menyerukan pemerintah untuk "mengambil keuntungan bisnis yang aman, yang didukung oleh demokrasi yang solid dan supremasi hukum”. Jepang telah lama memiliki ambisi untuk mengembalikan Tokyo ke masa kejayaannya di akhir 1980-an, ketika pasar sahamnya menyumbang sepertiga dari kapitalisasi ekuitas dunia. Namun, para pelaku bisnis dan analis mengatakan bahwa proposal baru untuk visa, lisensi bisnis, saran pajak gratis, ruang kantor yang bebas sementara dan hibah untuk melengkapi kantor permanen tidak mungkin cukup untuk memikat perusahaan dan flyer tinggi ke Jepang.
Demikian pula dengan regulator keuangan Korea Selatan, Komisi Jasa Keuangan Korsel bulan lalu mengumumkan rencana baru lainnya untuk membangun pusat keuangan. Korea Selatan telah lama memiliki rencana untuk mengubah dirinya menjadi pusat keuangan Asia Timur Laut yang dapat menyaingi Hong Kong, Singapura dan Tokyo, namun rencana tersebut harus ditinggalkan sementara setelah krisis keuangan tahun 2007-2008.
Proposal terbaru Korsel menyerukan reformasi regulasi untuk mempromosikan inovasi sektor swasta, infrastruktur "setara dengan standar global" dan dukungan administratif untuk pusat keuangan yang masih baru di distrik Yeoido, Seoul dan distrik Moonhyun, Busan. Im Gug-hyun, seorang pejabat senior pemerintah kota Seoul, mengatakan bahwa kota itu memberikan insentif termasuk subsidi hingga satu miliar won atau setara dengan 11,9 miliar rupiah untuk fasilitas, bantuan upah dan dukungan pelatihan jika perusahaan asing yang masuk mempekerjakan lebih dari 10 pekerja, serta layanan juru bahasa dan konseling. Namun, Seoul tidak dapat menawarkan bantuan pajak untuk investor asing di bawah kebijakan pemerintah pusat untuk mencegah lonjakan pertumbuhan populasi di wilayah metropolitan yang sudah ramai.*
Advertisement