Vaksin - Image from Gambar diambil dari internet, segala keluhan mengenai hak cipta, dapat menghubungi kami.
Obat anti virus Remdesivir sudah berhasil lewati uji klinis, menurut hasil awal yang dirilis pada hari Rabu 30 April 2020. Dr Anthony Fauci, kepala Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular AS (NIAID) yang merilis hasil penelitian ini, menyatakan bahwa adanya "bukti" yang kuat untuk pengobatan COVID-19. Penelitian NIAID melakukan penelitian tersebut kepada lebih dari 1.000 pasien COVID-19 yang dirawat di rumah sakit, yang secara acak diberikan remdesivir atau plasebo dalam uji klinis terkontrol.
Pasien yang menggunakan remdesivir telah pulih 31 persen lebih cepat daripada mereka yang hanya menggunakan plasebo. Pasien yang memakai remdesivir telah pulih dalam 11 hari, sedangkan pasien pada kelompok plasebo pulih dalam 15 hari. Di antara pasien yang menggunakan remdesivir, 8 persen di antaranya meninggal, sedangkan pada kelompok plasebo 11,6 persen di antaranya meninggal. Badan Pengawas Obat dan Makanan AS juga mungkin akan mengeluarkan persetujuan darurat untuk remdesivir.
Sementara itu Remdesivir yang diproduksi Gilead Sciences belum dilisensikan atau disetujui di mana pun di dunia, meskipun sempat menunjukkan hasil yang menjanjikan ketika diujicobakan pada pasien Ebola beberapa tahun yang lalu. Di Tiongkok sendiri, percobaan berbeda dari remdesivir tidak menemukan hasil yang baik. Risetnya juga berakhir lebih awal karena kesulitan untuk merekrut cukup COVID-19 pasien sebagai relawan di Tiongkok. Studi itu juga tidak melakukan perbandingan antara kelompok pasien yang diberi obat dan kelompok plasebo, sehingga hasilnya lebih sulit untuk ditafsirkan.“Sayangnya, meskipun uji klinis kami menemukan bahwa remdesivir aman untuk digunakan, hasilnya malah menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna antara kelompok remdesivir dengan kelompok plasebo,” kata Profesor Cao Bin ( 曹彬 ), ketua peneliti dari Rumah Sakit Persahabatan Tiongkok-Jepang (中日友好医院).
Advertisement