Lama Baca 3 Menit

Trenggiling: Kunci Dari Awal COVID-19?

10 May 2020, 10:16 WIB

Trenggiling: Kunci Dari Awal COVID-19?-Image-1

Trenggiling - Image from : gambar diambil dari internet, segala keluhan mengenai hak cipta, dapat menghubungi kami

Trenggiling adalah mamalia yang memiliki sisik yang memenuhi tubuhnya. Sebagian orang berpendapat bahwa trenggiling berperan dalam kemunculan virus COVID-19, namun trenggiling sendiri mungkin memegang petunjuk dalam memerangi COVID-19. Penelitian genetik ke dalam virus COVID-19 telah memperkirakan bahwa virus ini berasal dari kelelawar, kemudian berpindah ke trenggiling yang dijual di "pasar basah" di Tiongkok, dan kemudian bermigrasi ke manusia.

Jadi, mengapa virus ini tidak menyebabkan sakit dan kematian pada trenggiling? Dalam sebuah studi terbaru, para peneliti di Universitas Kedokteran Vienna di Austria menganalisis cetak biru genomik trenggiling dan membandingkannya dengan mamalia lain termasuk manusia, kucing, anjing, dan sapi. Tim peneliti melaporkan dalam jurnal Frontiers in Immunology, edisi 8 Mei 2020, pada sebagian besar mamalia, gen tertentu mendeteksi ketika virus memasuki tubuh, memicu respons kekebalan terhadap virus, tetapi trenggiling tidak memiliki dua gen pengindera virus ini. Apakah perbedaan tersebut melindungi makhluk ini dari COVID-19 atau tidak, masih belum dapat diketahui, hal ini memerlukan penelitian lebih lanjut. Para ilmuwan Austria percaya bahwa walaupun trenggiling dapat menjadi pembawa virus COVID-19, mereka mungkin memiliki caranya sendiri untuk menjaga agar tidak tertular virus.

Tim penelitian tersebut menyebutkan bahwa mempelajari lebih lanjut tentang keuntungan evolusi ini pada trenggiling dapat memberikan kita langkah pasti dalam perawatan virus COVID-19 pada manusia. "Pekerjaan kami menunjukkan bahwa trenggiling ternyata dapat bertahan hidup selama jutaan tahun evolusi tanpa sistem pertahanan tubuh seperti yang dimiliki oleh mamalia lainnya," kata Dr. Leopold Eckhart dalam jurnal tersebut.

"Studi lebih lanjut mengenai trenggiling akan mengungkap bagaimana mereka dapat bertahan hidup dari infeksi virus, dan ini mungkin dapat membantu kita untuk merancang strategi pengobatan baru bagi orang dengan infeksi virus," Eckhart menambahkan.

Eckhart lebih jauh menjelaskan, pada manusia, virus COVID-19 dapat menyebabkan respons imun inflamasi yang disebut badai sitokin, yang mengakibatkan penyakit yang lebih parah. Namun, sistem kekebalan yang terlalu aktif dapat dimoderasi, dengan mengurangi intensitas atau dengan mengubah waktu reaksi pertahanan. Obat-obatan yang menekan sinyal gen mungkin menjadi pilihan pengobatan untuk kasus COVID-19 yang parah. Tetapi terdapat halangan lain, obat penekan kekebalan apa pun dapat membuat pasien lebih rentan terhadap infeksi lainnya. Sehingga, tantangan utama adalah mengurangi respons terhadap patogen dengan tetap mempertahankan kontrol yang memadai terhadap virus.