Siauw Giok Tjhan
Beijing, Bolong.id – Siauw Giok Tjhan adalah pejuang kemerdekaan keturunan Tionghoa. Beliau berasal dari Surabaya dan ibunya merupakan putri dari keturunan Hakka totok (murni).
Dilansir dari dari berbagai sumber, pada tahun 1918, Siauw Giok Tjhan dikirim belajar ke Tiong Hoa Hwe Koan. Akan tetapi, pada 1920 saat ayah mertua Siauw pulang ke Tiongkok, Siauw Giok berpindah sekolah ke sekolah Belanda, Europeesche Lagere School, sekolah dasar Belanda.
Saat bersekolah di Belanda, Siauw Giok gencar mempelajari berbagai bahasa asing, seperti Inggris, Perancis, Jerman dan Belanda. Kemampuannya dalam berbahasa asing ini dimanfaatkannya membaca dan menggemari cerita-cerita detektif dan roman.
Seiring berjalannya waktu, saat terjadi depresi ekonomi di sekitar tahun 1920, ayah Siauw Giok bangkrut. Kakeknya pun menjual bisnisnya dan memutuskan kembali ke Tiongkok.
Pada tahun 1932, ayah dan ibunya meninggal dunia pada saat ia masih mengenyam pendidikan di sekolah Belanda. Di usianya yang masih muda, yakni 18 tahun, Siauw Giok sudah yatim piatu dan harus mengurus adiknya.
Kesadaran politik Siauw semakin meningkat, dia mengagumi sosok Liem Koen Hian dan bergabung dengan media Sin Tit Po. Namun, saat koran Mata Hari berdiri pada tahun 1934 sebagai corong Partai Tionghoa Indonesia (PTI), Siauw memutuskan bergabung dengan koran ini di Semarang.
Pada tahun 1937, ia kembali ke Surabaya untuk memimpin kantor cabang Mata Hari di sana. Siauw mulai berkenalan dengan aktivis politik Tionghoa yang mendorong minatnya pada Marxisme dan perjuangan anti-fasis.
Pada tahun 1939, ia menggantikan Kwee Hing Tjiat yang meninggal dunia sebagai editor Mata Hari dan kembali berkantor di Semarang.
Di Semarang, Siauw Giok menemui perempuan yang kelak menjadi istrinya, Tan Gien Hwa. Tan Gien merupakan putri dari seorang pedagang sukses di Pemalang. Siauw Giok dan Tan Gien memutuskan menikah tahun 1940. Pada masa pendudukan di Jepang, ia bersembunyi di Malang.
Seiring berjalannya waktu, ia memimpin organisasi milisi Tionghoa bentukan Jepang bernama Kakyo Shokai. Di organisasi itu, dia mengajak para pemuda Tionghoa untuk mendukung perjuangan kemerdekaan Indonesia. Caranya, mereka menjalin kerja sama dengan milisi-milisi Indonesia.
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, ia bergabung dengan Partai Sosialis pada bulan Desember 1945.
Selanjutnya, April 1946, Soekarno menunjuknya sebagai anggota Komite Nasional Indonesia Pusat, lembaga yang menjalankan fungsi parlemen pada awal kemerdekaan. Ia pun kemudian dijadikan sebagai menteri untuk urusan minoritas dalam kabinet Amir Syarifudin.
Saat kabinet Amir jatuh, Siauw bergabung dengan Front Demokrasi Rakyat, sebuah oposisi pemerintah Hatta. Di sini lah, Siauw tak hanya berpolitik mendukung pemerintah, melainkan juga pernah menjadi oposisi.
Pada tahun 1949, ia menjadi anggota Badan Pekerja dan kemudian menjadi anggota DPR RIS. Siauw Giok juga kembali menjalani aktivitas jurnalistiknya pada awal 1950-an. Ia menerbitkan Sunday Courier dan pernah menjadi editor Republik.
Setahun kemudian, ia menerbitkan Suara Rakjat yang berubah nama menjadi Harian Rakjat. (*)
Informasi Seputar Tiongkok
Advertisement