Ilustrasi wine - Image from Berbagai sumber
Bolong.id - Hubungan diplomatik antara Australia dan Tiongkok sedang memanas. Keretakan hubungan baik kedua mulai memburuk sejak bulan April 2020 lalu usai Perdana Menteri Scott Morrison menyerukan penyelidikan internasional terhadap asal-usul COVID-19.
Beijing pun sangat marah dengan sikap pemerintah Australia tersebut.
Tak lama kemudian, sejumlah komoditas ekspor Australia seperti kayu, daging sapi, beberapa jenis batu bara, dan akhirnya anggur (wine), mulai menemui kesulitan memasuki pasar Tiongkok.
Pada Agustus, Kementerian Perdagangan Tiongkok mengumumkan penyelidikan anti-dumping terhadap anggur (wine) Australia. Setelah itu, pada November 2020, Tiongkok mulai memberlakukan tarif terhadap produk anggur (Australia) hingga 212%. Sampai saat ini, belum jelas kapan tarif itu akan berakhir atau malah dijadikan permanen.
Hal ini tentu berimbas kepada bisnis wine Australia selanjutnya mempengaruhi ekonomi Negeri Kangguru itu secara menyeluruh. Mengingat Australia adalah pengekspor anggur terbesar kelima di dunia dan rumah bagi beberapa kawasan anggur paling terkenal di dunia, seperti Lembah Barossa di Australia Selatan dan Lembah Hunter di New South Wales.
Sebelum November, Tiongkok sejauh ini merupakan pasar anggur terbesar bagi Australia. Pada 2019, lebih dari sepertiga anggur yang diekspor Australia masuk ke Tiongkok.
Dikutip dari CNN, Jumat (19/2/2021) negara itu membeli US$ 840 juta dari kebun anggur Australia. Di tahun itu, Australia menjual lebih banyak anggur berdasarkan nilainya ke Tiongkok daripada ke Amerika Serikat, Inggris Raya, dan Kanada jika digabungkan.
Alister Purbrick, pembuat anggur Victoria generasi keempat dan kepala eksekutif Tahbilk Group, mengatakan bahwa Australia telah membangun bisnis anggurnya di Tiongkok selama bertahun-tahun, tetapi baru benar-benar berkembang setelah kedua negara menandatangani perjanjian perdagangan bebas pada tahun 2015, yang menghapus 14% tarif untuk anggur Australia.
Penghapusan tarif meningkatkan industri yang sedang tumbuh. Antara 2008 dan 2018, ekspor anggur Australia ke Tiongkok melonjak dari US$ 73 juta menjadi lebih dari US$ 1 miliar.
Permintaan anggur Tiongkok tidak terbatas pada Australia, meski Prancis masih menjadi pengekspor anggur utama ke Tiongkok. Australia berada di urutan kedua, dan ada juga permintaan yang kuat untuk label Chili.
Varietas anggur merah adalah yang paling populer di Tiongkok, kata Purbrick, meskipun baru-baru ini konsumen mulai mengembangkan anggur bersoda dan anggur putih.
Lantas, penerapan tarif 212% dari Tiongkok kepada anggur Australia baru-baru ini otomatis merugikan para pembuat anggur di Australia.
Bisnis pembuat anggur Australia Selatan bernama Jarrad White langsung hancur lebur dalam hitungan bulan padahal ia telah menghabiskan hampir satu dekade waktunya membangun bisnis di Tiongkok.
White sudah tinggal di Shanghai selama beberapa tahun, mendirikan jaringan distributor untuk menjual anggur Jarressa Estate miliknya ke pasar Tiongkok yang sedang berkembang pesat, di mana permintaan untuk anggur asing di kalangan kelas menengah tumbuh dengan cepat.
Pada pertengahan 2020 lalu, lebih dari 96% anggur Jaressa Estate dijual ke konsumen di Tiongkok, hingga tujuh juta botol setahun. Namun pada November, Beijing mengumumkan tarif yang melumpuhkan anggur Australia sebagai bagian dari penyelidikan anti-dumping apakah anggur itu dijual terlalu murah di Tiongkok. Sejak ada aturan itu, tak ada satu botol pun anggur milik White yang terjual di sana.
Saat ini, ratusan ribu botol wine Jarressa Estate ditumpuk di palet di sebuah gudang di Adelaide, ibu kota Australia Selatan, menunggu tarif itu dicabut.
"Ini sangat merugikan kami. Kami memiliki banyak persediaan yang harus dibayar dan semua pesanan ini yang direncanakan untuk dialihkan, jadi itu membuat kami dalam situasi yang canggung," kata White.
Dia tidak sendiri. Ratusan produsen anggur Australia yang berinvestasi besar-besaran pada bisnis ini menghadapi masa depan yang tidak pasti.
Nilai ekspor anggur ke Tiongkok turun hampir US$ 0 pada bulan Desember, menurut statistik dari kelompok industri Wine Australia. Nilai total anggur yang diekspor ke Tiongkok untuk seluruh tahun 2020 turun 14% menjadi sekitar 1 miliar dolar Australia atau US$ 790 juta. (*)
Advertisement