Nicolas Chaillan - Image from Tribun
Bolong.id - Chief software officer pertama Pentagon mengundurkan diri bulan lalu sebagai protes atas lambatnya transformasi teknologi di militer AS, mengklaim kegagalan untuk menanggapi Tiongkok yang mengalahkan Amerika Serikat (AS) dalam perkembangan senjata dan teknologi Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan.
Nicolas Chaillan, 37, mengatakan kepada Financial Times setelah mengundurkan diri bahwa "Kami tidak memiliki peluang bersaing melawan Tiongkok dalam 15 hingga 20 tahun." Chaillan bekerja selama tiga tahun pada proyek Pentagon yang bertujuan untuk meningkatkan keamanan siber. Dia adalah chief software officer pertama untuk Angkatan Udara.
Dilansir dari NetEase pada Selasa (12/10/2021), dia mengatakan dalam wawancaranya yang diterbitkan hari Minggu bahwa Tiongkok telah menang atas AS dan berada di jalur menuju dominasi global karena kemajuan teknologinya. Dalam beberapa minggu mendatang, Chaillan mengatakan dia akan bersaksi di depan Kongres tentang ancaman siber Tiongkok terhadap supremasi AS, termasuk dalam briefing rahasia.
Tiongkok, ekonomi terbesar kedua di dunia, kemungkinan akan mendominasi banyak teknologi utama yang muncul, terutama kecerdasan buatan, biologi sintetik, dan genetika dalam satu dekade atau lebih, menurut penilaian intelijen Barat. Negara komunis akan mendominasi masa depan dunia, mengendalikan segalanya mulai dari narasi media hingga geopolitik, kata Chaillan.
Dikutip dari Financial Times, menurut Chailan, Amerika terlalu fokus pada pengembangan perangkat keras dengan biaya besar seperti pesawat jet canggih, dan mengabaikan teknologi yang lebih dibutuhkan seperti kecerdasan buatan, pembelajaran berbasis mesin, dan keamanan siber. Bahkan Chailan menyebut keamanan siber pada beberapa lembaga pemerintahan Amerika berada pada 'level taman kanak-kanak.'
Chailan menyebut pengeluaran anggaran Amerika pada bidang pertahanan tiga kali lipat dari anggaran Tiongkok, namun anggaran tersebut membengkak karena biaya pengadaan tinggi di area yang salah. Kemudian birokrasi dan regulasi berlebih di tubuh Pentagon juga disebut menghambat perkembangan lembaga tersebut.
"Kita menyiapkan sebuah infrastruktur penting untuk gagal ... Kita tidak akan menaruh seorang pilot di kokpit tanpa latihan terbang yang memadai; (lalu) kenapa kita mengharapkan seseorang tanpa pengalaman IT untuk sukses? ... Sedangkan kita menghabiskan waktu pada birokrasi dan musuh kita berkembang jauh ke depan," tulis Chailan dalam surat pengunduran dirinya dari Pentagon.
Chailan mengatakan dalam hal teknologi, Amerika cukup tertinggal dari Tiongkok karena keengganan Google untuk bekerja sama dengan Departemen Pertahanan dalam mengembangkan kecerdasan buatan. Selain itu Google dan Amerika juga terlibat perdebatan soal kode etik kecerdasan buatan yang membuat kerja sama ini sulit terjadi.
Sedangkan beberapa raksasa teknologi Tiongkok bekerja sama dengan pemerintahnya tanpa terlalu memedulikan masalah kode etik, sehingga membuat perkembangan Tiongkok melesat jauh.
Selain dalam kecerdasan buatan, Tiongkok juga mulai menjadi sosok besar di bidang ilmu pengetahuan selama beberapa tahun ke belakang. Pada 2017-2018, Tiongkok mulai menerbitkan lebih banyak artikel ilmu pengetahuan dibandingkan dengan Amerika, menandakan pergerakan yang signifikan pada keseimbangan kekuatan. (*)
Advertisement