Kuil di Lhasa, Tibet - Gambar diambil dari Internet, jika ada keluhan hak cipta silakan hubungi kami.
Lhasa, Bolong.id – Kalden (40 tahun) menjalani kehidupan sebagai biksu di Kuil Rinchenling saat usianya masih 13 tahun. Selama bertahun-tahun ia telah merasakan peningkatan kondisi kehidupan.
Dilansir dari Xinhuanet pada Selasa (9/3/21), sekitar 100 km sebelah timur Lhasa, ibu kota Daerah Otonomi Tibet di Tiongkok barat daya, kuil ini lebih dari 4.000 meter di atas permukaan laut dan diyakini dibangun pada tahun 1416. Saat ini terdapat 15 biksu menetap di kuil.
Kehidupan biara sama sekali tidak mudah bagi biksu itu di masa lalu. "Ketika saya pertama kali datang ke sini, dua atau tiga biksu harus berbagi asrama dan hanya ada sedikit peralatan memasak dan buku kurang banyak," kata Kalden.
Kuil itu tidak memiliki air ledeng saat itu. Para biksu harus bergiliran mengambil air dari sungai yang berjarak sekitar 1 km.
Kalden ingat bahwa makanannya disediakan oleh keluarganya sendiri. "Setiap kali saya kembali ke rumah, saya akan membawa makanan seperti Zanba dan ghee," katanta. Zanba adalah makanan pokok orang Tibet yang terbuat dari tepung barley yang berasal dari dataran tinggi.
Di bawah pengawasan pemerintah daerah dan kabupaten, dana sebesar 300.000 yuan (sekitar 46.000 dolar AS) pada tahun 2014 dialokasikan untuk perbaikan asrama kuil. Pada Mei 2015, sebuah gedung asrama baru selesai dibangun, dan para biksu memiliki kamar sendiri.
Kesulitan untuk mendapat makan dan air bukan lagi masalah besar. Pada 2011, kuil memperoleh akses ke air ledeng dan dari bantuan pemerintah Kalden dan teman-temannya bisa makan di kafetaria yang menawarkan berbagai menu. Selain itu, juga disediakan ruang baca, pemandian, dan rumah sakit.
Kalden dan rekan-rekannya juga masing-masing dapat menerima tunjangan subsisten perkotaan sekitar 800 yuan(Rp1,7 juta) per bulan. Itu cukup untuk menutupi pengeluaran sehari-hari mereka.
Tibet saat ini memiliki 1.787 situs keagamaan untuk praktik Buddha dan memiliki lebih dari 46.000 biksu dan biksuni. Semua biksu dan biksuni di wilayah tersebut dilindungi oleh jaringan jaminan sosial.
Para biksu yang tinggal di dalam kuil saat ini menggunakan smartphone. Kalden menggunakan aplikasi perpesanan instan WeChat dan platform video pendek Douyin, menghubungkan dirinya lebih dekat dengan dunia luar.
Thubten Jampa, seorang biksu berusia 43 tahun di kuil tersebut, menerima kabar terbaru tentang COVID-19 di seluruh dunia melalui ponselnya. "Kami telah mendoakan mereka yang terkena pandemi setiap hari sejak tahun lalu," katanya. (*)
Advertisement