Disney Shanghai tutup sebagai upaya pencegahan penyebaran virus corona - Image from www.cnbcindonesia.com
Tiongkok mungkin tidak membayangkan dampak wabah virus corona dalam kurun waktu dua bulan akan sangat besar, bahkan meluas hingga ke 157 negara di seluruh dunia.
Apabila dibandingkan saat Tiongkok diserang dampak virus SARS pada tahun 2003-2004, maka dampak dari wabah virus corona yang ditemukan pertama kali di kota Wuhan, provinsi Hubei pada Desember 2019 jauh lebih signifikan.
Bahkan ironisnya, serangan virus corona terjadi saat Tiongkok tengah merayakan Imlek, ketika semua aktivitas masyarakat dan pebisnis istirahat untuk merayakan Imlek.
Sebenarnya virus corona yang kini sudah menjadi pandemi ini sudah muncul pada pertengahan Desember 2019, namun virus yang diklaim misterius itu tidak menaruh perhatian banyak petugas kesehatan Tiongkok, hingga akhirnya wabah tersebut dengan cepat menular dan menewaskan banyak orang terutama di Kota Wuhan.
Presiden Tiongkok, Xi Jinping pun membatalkan perayaan meriah Imleknya dan memperpanjang libur umum selama tiga hari.
Akan tetapi, situasi sudah tak lagi memungkinkan, hingga akhirnya Xi memutuskan untuk menutup rapat-rapat Wuhan dan beberapa kota lainnya yang berdekatan dengan Wuhan untuk mencegah penularan wabah virus corona.
Kebijakan Menutup Tempat-Tempat Wisata Tiongkok
Pemerintah Tiongkok kemudian menutup beberapa lokasi wisata dan penerbangan. Tindakan tersebut dilakukan sebagai bentuk pencegahan penularan virus corona yang kala itu sudah menewaskan 25 orang dan telah menginfeksi sekitar 800 orang.
Pemberhentian sementara semua jenis transportasi dikabarkan telah dimulai sejak Jumat, 23 Januari 2020 yang lalu. Tindakan tersebut bahkan dilakukan di 13 kota di sekitar Wuhan. NBC News melaporkan dengan pemberhentian transportasi tersebut, sebanyak 33 juta orang tertahan untuk tidak bepergian.
Selain transportasi, sektor wisata pun juga turut diberhentikan untuk sementara, salah satunya yaitu Shanghai Disney Resort yang ditutup mulai Sabtu (25/1/2020) hingga batas waktu tertentu.
Padahal, dalam momen Tahun Baru Imlek, Disney Shanghai biasanya sangat ramai dikunjungi oleh masyarakat. Pihak Disney pun dikabarkan akan mengembalikan tiket pada masyarakat yang sudah memesan tiket masuk jauh-jauh hari.
“Kami akan terus memantau situasi dengan cermat dan terus berkomunikasi dengan pemerintahan setempat,” tulis Disney dalam sebuah pernyataan tertulis di situs resminya. “Kami akan mengumumkan tanggal pembukaan kembali setelah ada konfirmasi,” lanjutnya.
Perayaan Tahun Baru Imlek yang biasanya digelar secara meriah kini mau tak mau harus dibatalkan. Pameran kuil tradisional hingga penayangan film selama satu pekan penuh yang biasanya menarik ribuan pengunjung pun terpaksa ditiadakan.
Sebelumnya, pada November 2019 silam, Disney mengatakan resort Shanghai tengah memperlihatkan peningkatan pendapatan pada kuartal keempat, akan tetapi harga tiket rata-rata yang lebih tinggi membuat rendahnya tingkat kehadiran pengunjung, dibandingkan tahun sebelumnya.
Penutupan Shanghai Disney Resort terjadi kurang dari dua minggu pasca meluncurkan serangkaian acara yang disesuaikan untuk perayaan tahun tikus logam.
Tak hanya Disney, penutupan lokasi wisata juga berlaku untuk beberapa tempat-tempat wisata populer lainnya, diantaranya yaitu Kota Terlarang di Beijing dan Pusat Seni Pertunjukan Nasional China yang mengumumkan pembatalan semua jenis pertunjukan yang dijadwalkan pada 26 hingga 28 Januari.
Di samping itu, Teater Seni Rakyat Beijing juga mengambil langkah serupa sejak 24 Januari dan belum menjelaskan kapan akan dibuka kembali. Kemudian Teater Nanjing Jiangsu telah membatalkan 9 pertunjukan.
Dengan itu, Kantor berita pemerintah China, Xinhua juga melaporkan pada hari Kamis, bahwa film-film blockbuster yang akan dirilis selama liburan Tahun Baru Imlek telah ditarik.
Instruksi langsung Xi Jinping nampaknya benar-benar menjadi langkah utama keberhasilan Tiongkok dalam perang melawan corona.
Tak Semua Tempat Wisata di Indonesia Ditutup
Pantai Lagundi Anyer ramai ditengah virus corona - Image from www.tagar.id
Sama halnya dengan Pemerintah Tiongkok, Presiden Joko Widodo juga memerintahkan kepala daerah mulai dari tingkat provinsi hingga kabupaten dan kota, untuk menetapkan situasi penyebaran Covid-19 di wilayahnya dengan terlebih dahulu berkonsultasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
"Siaga darurat ataukah tanggap darurat bencana non-alam, berdasarkan status kedaruratan daerah tersebut," ungkap Jokowi di Istana Bogor, Minggu (15/03) seperti yang dilansir dari laman bbc.com.
Pernyataan Joko Widodo menyusul penetapan Indonesia dalam status bencana nasional nonalam Covid-19 yang meningkat tajam dalam beberapa hari terakhir.
Selain itu, Presiden Joko Widodo juga akan melakukan langkah-langkah pencegahan dengan membuat proses belajar dan bekerja dari rumah.
Himbauan Joko Widodo itu pun diindahkan oleh beberapa petinggi daerah. Beberapa pemerintah daerah yang mengambil langkah inisiatif adalah Pemprov DKI Jakarta, Pemkot Solo, Pemprov Jawa Tengah, dan Pemprov Jawa Barat.
Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil mengambil langkah taktis dengan meliburkan para siswa dan menghentikan kegiatan yang bersifat massal.
"Jawa Barat sangat taat pada protokol pemerintah berkirim surat ke presiden untuk meminta izin inisiatif tes yang proaktif ini, melapor harian ke semua dimensi kementerian," ungkap Ridwan Kamil seperti yang dilansir dari laman BBC Indonesia.
Namun sayangnya, tak semua wilayah melakukan hal yang sama dengan Ridwan. Pemerintah Yogyakarta Misalnya.
Pada 9 Maret lalu, Dinas Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengeluarkan surat edaran yang intinya menyatakan "Yogyakarta aman dan siap dikunjungi wisatawan". Pejabat terkait mengatakan bahwa surat edaran tersebut keluar karena mereka merasa "kesiapan dinas kesehatan sudah cukup bagus".
Padahal di hari yang sama dengan keluarnya surat edaran itu, pemerintah pusat mengumumkan ada 19 orang yang sudah positif terinfeksi virus corona. Dan per 16 Maret, kasus positif di Indonesia melonjak tajam jadi 134 kasus. Lima orang di antaranya meninggal dunia, salah seorang diantaranya merupakan bayi tiga tahun yang ada di Yogyakarta.
Situasi ini lantas membuat pemerintah DIY juga memperbarui surat edarannya. Kepada Dinas Pariwisata DIY Singgih Raharjo menyatakan bahwa pihaknya telah mengeluarkan surat kedua tertanggal 14 Maret 2020.
"Surat yang tanggal 9 sudah kita replace dengan yang tanggal 14," ungkapnya seperti yang dilansir dari laman tirto, menegaskan hubungan antara dua surat tersebut.
Dengan surat 14 Maret, maka surat tanggal 9 yang menyebut "Jogja siap didatangi" tak lagi berlaku. Dalam surat terbaru itu, disebutkan bahwa kewaspadaan di lingkungan pariwisata perlu ditingkatkan.
Potret 'masa bodo' Indonesia ditengah merebaknya virus corona juga terjadi pada Rabu, (18/3/2020) lalu, Pantai Carita-Anyer, Banten dibanjiri wisatawan yang didominasi oleh warga Jakarta yang mayoritas adalah orangtua dan anak-anak yang mendapat kebijakan kerja dan sekolah jarak jauh dari Pemprov DKI.
Pemerintah Pusat Terkesan Lambat
Sekjen Pengurus Pusat Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Husein Habsy menilai jika langkah pemerintah nasional dalam pengendalian virus corona terkesan lambat. Kesiapsiagaan untuk mengendalikan Covid-19 justru diinisiasi oleh para kepala daerah, bukan presiden
"Sementara mungkin pemerintah (pusat) masih banyak sekali pertimbangan-pertimbangan aspek lainnya aspek politik, ekonomi dan seterusnya, sehingga kesan lambat memang," kata Husein seperti yang dilansir BBC Indonesia, Minggu (15/03).
Husein juga mengatakan bahwa keterangan dari Presiden Jokowi belum bisa membuat masyarakat keluar dari rasa panik. "Saat ini masyarakat seperti mendadak mendapat situasi yang bergerak cepat sekali. Artinya nuansa paniknya memang masih tetap ada," kata Husein.
Hal serupa juga diungkapkan oleh Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Na Endi Jaweng.
Menurut Robert, kebijakan mobilitas warga antar wilayah perlu segera diatur secara rinci oleh pemerintah pusat. Sebab, tanpa komando dari pemerintah nasional, maka kebijakan di daerah untuk menanggulangi penyebaran virus corona akan percuma.
"Komando nasionalnya nggak ada. Jangkauan kebijakan pemda kan hanya terbatas yurisdiksinya saja. Ini mestinya level bencana nasional, kebijakannya harus nasional. Pemda mengamankan wilayahnya agar kebijakan nasional berjalan," katanya seperti yang dilansir dari laman BBC Indonesia, Minggu (15/03).
"Nasionalnya nggak sinkron dengan inisiatif lokal. Lokal bergerak, tapi sulit berdampak di luar wilayah mereka karena secara nasional belum ada kebijakan. Jadi nggak ada kemudian diliburkan di Jakarta, tapi dia masih bisa ke Jawa Barat," tambah Robert.
Indonesia nampaknya perlu mencontoh gerak cepat Tiongkok dalam menanggulangi penyebaran virus corona. Dimulai dari pemerintah pusat yang dengan tegas memerintahkan bawahannya untuk menutup semua objek wisata, demi menghentikan penyebaran virus corona.
Upaya pemerintah daerah pun harus didukung oleh semua elemen masyarakat Indonesia, jangan sampai menganggap remeh corona dengan berwisata ramai-ramai.
Sama halnya dengan masyarakat Tiongkok, warga Indonesia harus memilih cara paling primitif sekaligus paling efektif untuk menghentikan penyebaran virus corona, yaitu dengan cara tidak keluar rumah dan tidak berkerumun dalam suatu tempat.
Advertisement