Lama Baca 6 Menit

Ni Xialian, Asal China yang Main untuk Luksemburg di Olimpiade Tokyo

03 August 2021, 11:44 WIB

Ni Xialian, Asal China yang Main untuk Luksemburg di Olimpiade Tokyo-Image-1

Ni Xialian - Image from Internet. Segala keluhan mengenai hak cipta dapat menghubungi kami


Tokyo, Bolong.id - Ada yang menarik di Olimpiade Tokyo. Petenis meja asal Tiongkok, Ni Xialian (58) tampil mewakili tim Luksemburg. Tapi, itu bukan pengkhianatan. Pada zaman kejayaan Ni dulu, tenis meja belum masuk cabang olahraga (Cabor) di olimpiade. Setelah ia pensiun dari tim Tiongkok dan pindah ke Luksemburg 1980, baru-lah tenis meja masuk olimpiade.

Setelah bertahun-tahun Ni pensiun dari tenis meja, ia dipilih sebagai tim tenis meja Luksemburg di beberapa olimpiade. Dan, sering menang.

Dilansir dari Xinhua, Ni Xialian setelah pensiun dari tim Tiongkok di tahun 80-an, dia mendaftar di Universitas Shanghai Jiao Tong, dan kemudian pindah ke Jerman, dan kemudian ke Luksemburg.

Pada 25 Juli 2021, Ni yang berusia 58 tahun menyelesaikan Olimpiade kelimanya di Tokyo. Ia kalah tipis dari pemain Korea Selatan, Shin Yubin yang berusia 17 tahun dengan selisih 3-4. 

Detil pertandinga, setelah merebut set pertama 11-2, Ni menyerah pada set kedua 17-19. Setelah bertukar dua pasang set lagi, Ni dan Shin tiba di set terakhir, dimana Ni kalah 5-11 dalam waktu tujuh menit.

“Sayang sekali,” kata Ni dalam sebuah wawancara ketika merenungkan penampilannya, “Saya seharusnya memenangkan pertandingan. Set pertama terlalu mudah, dan saya terlalu longgar di set kedua. Saya bermain sangat baik, tetapi saya tidak memenangkan set itu. Kalau tidak, mungkin saya akan unggul 3-0.”

Ni juga memuji penampilan remaja Korea itu. “Dia benar-benar berbakat. Saya bukan pemain yang cukup matang dan berpengalaman,” kata veteran yang menduduki peringkat 6 dunia itu.

Berbeda dari seorang atlet olimpiade pada umumnya dalam banyak hal. Selain usianya, Ni hanya berlatih dua atau tiga kali seminggu, pemanasan hanya 10 menit sebelum pertandingan, dan terkadang mengandalkan insting penglihatannya karena presbiopia.

Tapi Ni senang dengan gaya hidup atletiknya saat ini, menyebut dirinya sebagai atlet amatir. 

“Pertama, saya tidak bisa mengalahkan usia saya,” kata Ni, “Saya tidak ingin terluka, dan hanya itu yang bisa saya lakukan.”

“Eropa tidak memiliki banyak pemain tenis meja. Luksemburg ingin saya bermain, saya terlatih dengan baik di China, dan saya selalu menyukai permainan ini. Jadi saya senang,” ucap Ni.

Selama waktu luangnya, di Luksemburg, Ni menikmati berkebun, bertani, memasak, dan menghabiskan waktu bersama keluarga. Berasal dari Shanghai, Ni menanam sayuran Shanghai, membuat hidangan tradisional Shanghai seperti pangsit dan ikan, dan membaginya dengan tetangga dan teman-temannya.

Kepribadian Ni yang ramah membuatnya memiliki banyak penggemar anak muda di media sosial Tiongkok.

Menanggapi wawancara dengan GQ yang baru-baru ini dia ikuti, netizen Tiongkok berkomentar bahwa mereka sangat tersentuh oleh semangat olahragawan sejati Bibi Ni dan kemampuannya untuk menentukan jalannya sendiri dalam hidup.

Beberapa netizen membandingkan sikap santai Ni dengan tim nasional Tiongkok yang mengejar medali emas Olimpiade, dengan alasan bahwa Ni adalah utusan setia semangat Olimpiade dan komunikasi lintas budaya.

Seorang netizen melangkah lebih jauh dengan membandingkan sikap Ni dengan budaya involusi Tiongkok, atau neijuan (内卷) dalam bahasa Mandarin, dengan menulis, begini: 

“Semua orang terus-menerus melibatkan diri, berusaha mencapai lebih dari yang mereka bisa. Sukses bukan hanya tentang memenangkan kejuaraan, tetapi juga tentang hidup dengan penuh kesadaran, jujur, tenang, dan menjaga setiap detik dalam hidup Anda sendiri.”

Sebelum menetap di Luksemburg, Ni bermain untuk Tiongkok dari 1979 hingga 1986. Sebagai anggota inti tim Tiongkok, dia telah memenangkan medali emas ganda campuran dan medali perak ganda di Kejuaraan Tenis Meja Dunia.

Setelah pensiun dari tim, dia mengalihkan prioritasnya dari olahraga, menolak undangan untuk bermain di Olimpiade Atlanta 1996 untuk mengurus keluarganya.

Pada tahun 2000, ketika kewajiban keluarganya melonggar, dia menuju ke Sydney, Australia, dan memulai debutnya untuk Luksemburg di Olimpiade, akhirnya mendapat peringkat di antara 16 besar.

Namanya perlahan menjadi terkenal di Luksemburg, dan dia dikenal luas di sana sebagai ikon tenis meja. Di Olimpiade Rio 2016, ia dinobatkan sebagai pembawa bendera Luksemburg dalam upacara penutupan.

Dia tidak selalu melihat dirinya sebagai atlet tenis meja. "Di rumah, anak-anak saya hanya melihat saya sebagai ibu mereka, bukan sebagai pejuang Olimpiade." Katanya.

Menjelang akhir wawancara, Ni berbagi pesan panjang dengan pembaca muda publikasi, mendorong mereka untuk melihat melampaui hasil, menghargai pengalaman, dan hidup secara otentik.

"Kata sukses memiliki spektrum definisi hidup yang luas. Setiap orang memiliki pengalaman, keahlian, dan keberuntungannya sendiri-sendiri. Setiap pengalaman, betapapun tidak menyenangkannya, di dalamnya pasti mengandung percikan kegembiraan.” 

Bravo Ni....(*)