Lama Baca 3 Menit

Sebenarnya Ada Apa dengan TikTok?

01 August 2020, 15:26 WIB

Sebenarnya Ada Apa dengan TikTok?-Image-1

Ilustrasi Seseorang Membuka Aplikasi TikTok - Image from Gambar diambil dari internet, segala keluhan mengenai hak cipta, dapat menghubungi kami.

Tiongkok, Bolong.id – Dilansir Sina News, India telah melarang 59 aplikasi Tiongkok. AS larang penggunaan TikTok karena masalah keamanan. Lalu sebenarnya siapa yang memprovokasi? Mengapa Douyin (TikTok) versi luar Tiongkok jadi topik yang panas?

Sama halnya dengan Douyin di Tiongkok, TikTok juga cepat populer di pasar internastional. Hanya dalam waktu singkat, sudah ada 2 milyar unduhan aplikasi TikTok di seluruh dunia. Meski Douyin dan TikTok seperti saudara kembar, namun siapa sangka menurut ByteDance, dua aplikasi ini ternyata berbeda.

Terkait dengan isu-isu tentang TikTok di luar Tiongkok, ByteDance akhirnya melarang masyarakat Tiongkok menggunakan TikTok mulai April lalu. Tentu saja masyarakat Tiongkok tidak setuju, mereka menganggap hal ini merupakan kesenjangan antara ekologi dan ideologi budaya. Meski demikian, mereka pun khawatir dengan eksistensi dan isu yang beredar tentang TikTok di luar Tiongkok.

Kebijakan India dan AS terhadap aplikasi Tiongkok termasuk TikTok, menyebabkan Jepang dan negara-negara lain mengikuti kebijakan tersebut.

Mungkin kebijakan pemerintah India lebih “bijaksana”. Sebab pemerintah India menganggap kurangnya kontrol dan pengawasan konten di TikTok yang akan memiliki dampak negatif pada generasi muda India. Namun, kebijakan AS atas tuduhan “membahayakan keamanan  nasional” pada TikTok cukup sulit untuk dimengerti.

Banyak analisis yang mengatakan, keberhasilan TikTok menjadi ancaman fatal bagi Facebook dan Google dalam hal media sosial, iklan, aliran informasi, dan durasi online. Faktor inilah yang membuat AS menarik penggunaan TikTok.

Sebelum adanya kebijakan itu, TikTok mengharapkan profit tahunan sebesar USD500 juta atau sekitar Rp7,3 triliun di AS. Padahal di pendapatan global AS tahun lalu saja hanya sebesar USD200-300 juta atau sekitar Rp2,9 triliun hingga Rp4,4 triliun.

Diperkirakan dendam inilah yang membuat AS menuduh TikTok sebagai alat “perang informasi”. Ketika TikTok menjadi semakin populer di dunia Barat, AS tidak dapat mengontrol arus informasi dan data pengguna, sehingga mereka khawatir TikTok akan membahayakan keamanan nasional yang pada kenyataannya hanya mengguncang hegemoni informasi mereka. (*)