Lama Baca 5 Menit

FPCI: Indonesia Dapat Membantu AS dan China Menemukan Kesamaan

20 December 2020, 13:56 WIB

FPCI: Indonesia Dapat Membantu AS dan China Menemukan Kesamaan-Image-1

Pendiri FPCI, Dino Patti Djalal - gambar diambil dari internet, segala keluhan mengenai hak cipta, dapat menghubungi kami

Jakarta, Bolong.id - Komunitas Kebijakan Luar Negeri Indonesia, atau Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI), mendesak Indonesia untuk berperan lebih aktif dalam membantu AS dan Tiongkok menemukan titik temu di tengah persaingan.

Pendiri lembaga pemikir tersebut, Dino Patti Djalal, mengatakan dia melihat ketegangan AS-Tiongkok akan berlanjut pada 2021. Namun, persaingan tersebut bukanlah kontes untuk kepemimpinan global, tetapi untuk melihat negara mana yang memiliki pengaruh politik dan diplomatik yang lebih besar. AS dan Tiongkok akan mencoba mengarahkan negara lain menggunakan alat, pendekatan, dan narasi yang berbeda.

"Ini adalah permainan zero-sum.... Kontes AS-Tiongkok melihat siapa yang memiliki pengaruh, peran, dan pengaruh yang lebih besar di negara lain. Mereka akan terus menghasilkan keberpihakan yang akan memperkuat posisi masing-masing. Kontes ini akan menjadi yang paling intens di wilayah benua dan maritim pinggiran atau dekat dengan Tiongkok, seperti Asia Tenggara, Asia Selatan, Asia Tengah, dan Kepulauan Pasifik," kata Dino dalam konferensi daring, dilansir dari jakartaglobe.id, Minggu (20/12/2020).

Dino menunjukkan daerah-daerah ini, kecuali Kepulauan Pasifik, juga kebetulan merupakan tempat Tiongkok secara aktif mempromosikan inisiatif Belt and Road. Terinspirasi oleh Jalur Sutra yang bersejarah, program ini menghubungkan Asia dengan Eropa dan Afrika melalui jalur darat dan laut.

Dino mengatakan Indonesia memiliki kemampuan unik sebagai mitra strategis bagi AS dan Tiongkok. Untuk itu, Indonesia dapat bertindak sebagai perantara untuk membantu komunikasi kedua negara dan mempersempit kesenjangan persepsi.

"Akan sangat bagus bagi AS dan Tiongkok untuk mengerjakan sebuah proyek. Ini mungkin dimulai dari yang kecil, tetapi dapat mengubah tekstur hubungan mereka. Misalnya, mereka dapat bekerja di Korea Utara, di mana Tiongkok memiliki banyak pengaruh dan menambahkan kepentingan AS dalam masalah nuklir. Atau mereka bisa mengembangkan hubungan G3 dengan Eropa tentang perubahan iklim karena kepentingan mereka selaras. Indonesia bisa menjadi pihak yang bisa mendorong mereka ke arah itu,” ujarnya.

Untuk itu, FPCI berambisi menggelar trilateral 1.5 track dialog, forum yang melibatkan pemerintah Indonesia, AS, dan Tiongkok, serta lembaga tersebut. Dino mengklaim FPCI telah mencoba menawarkan kesempatan ini, tetapi tidak ada yang tertarik.

Meski begitu, FPCI akan tetap gigih mewujudkan pembahasan trilateral ini. Hal ini juga akan menjadi salah satu proyek utama FPCI pada tahun 2021, terang Dino.

"Kebijakan luar negeri yang independen dan aktif saja tidak cukup. Penting untuk berpikir di luar kotak. Indonesia dapat berperan dalam upaya untuk mendapatkan beberapa perubahan pada hubungan AS-Tiongkok. Mungkin tidak secara global, tetapi sesuatu yang terkait dengan urusan regional," tambah mantan duta besar Indonesia untuk AS itu.

Sementara itu, baik AS dan Tiongkok adalah mitra dagang utama Indonesia. Menurut situs resmi Kementerian Luar Negeri, total nilai perdagangan bilateral dengan AS mencapai USD27,1 miliar pada 2019, dengan ekspor Indonesia ke AS sebesar USD17,8 miliar dan USD9,3 miliar untuk impor. AS juga telah memperpanjang perlakuan bebas bea untuk barang-barang Indonesia di bawah Generalized System of Preferences (GSP).

Secara terpisah, Dubes RI untuk Tiongkok Djauhari Oratmangun mengatakan, berdasarkan data bea cukai Tiongkok, volume perdagangan Indonesia-Tiongkok mencapai USD48,7 miliar dalam periode Januari dan Agustus 2020. Ekspor Indonesia ke Tiongkok sekitar USD23,3 miliar, meningkat 6,4 persen dari tahun sebelumnya.