Tiongkok Tangguhkan Perjanjian Bantuan Hukum Hong Kong dengan Selandia Baru - Image from gambar diambil dari internet, segala keluhan mengenai hak cipta, dapat menghubungi kami
Hong Kong, Bolong.id - Tiongkok menangguhkan perjanjian ekstradisi Daerah Administratif Khusus Hong Kong (HKSAR) dan perjanjian bantuan hukum timbal balik masalah pidana dengan Selandia Baru. Itu karena Selandia Baru dianggap telah mempolitisasi kerjasama peradilan dan mencampuri urusan dalam negeri Tiongkok, dengan menangguhkan perjanjian ekstradisi Hong Kong.
Hal ini disampaikan oleh juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok (外交部), Wang Wenbin (汪文斌), dalam konferensi pers pada hari Senin (3/8/2020).
“Penangguhan sepihak yang dilakukan Selandia Baru terhadap perjanjian ekstradisi Hong Kong menggunakan pemberlakuan Undang-Undang Keamanan Nasional Hong Kong yang diterapkan Tiongkok sebagai alasan, secara serius telah melanggar hukum internasional dan norma-norma dasar hubungan internasional, serta merusak fondasi kerjasama peradilan HKSAR,” ungkap Wang, dilansir dari Global Times.
Ia juga menambahkan, "Tiongkok dengan tegas menentang tindakan Selandia Baru ini dan karena itu telah memutuskan untuk menangguhkan perjanjian ekstradisi dan bantuan hukum HKSAR dengan Selandia Baru.”
Menteri Luar Negeri Selandia Baru, Winston Peters, mengumumkan penangguhan perjanjian ekstradisi negara itu dengan Hong Kong pada 28 Juli lalu. Keputusan tersebut menjadikan Selandia Baru sebagai negara keempat dalam aliansi intelijen “Five Eyes” yang melakukan hal serupa. Ketiga negara lainnya yaitu Inggris, Australia dan Kanada.
Winston Peters mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa tindakan ini merupakan tanggapan terhadap pengesahan Undang-Undang Keamanan Nasional Hong Kong yang ia klaim akan merusak prinsip "satu negara, dua sistem".
Tiongkok dan Selandia Baru memiliki kerjasama di berbagai bidang. Tiongkok juga telah menjadi mitra dagang utama Selandia Baru sejak tahun 2017. Pada 2019, 23% ekspor dan 16% impor Selandia Baru dilakukan dengan Tiongkok.
Perdagangan yang dilakukan menurut data dari pemerintah Selandia Baru bernilai hingga USD33,4 miliar (sekitar Rp491,39 triliun). Langkah Selandia Baru tersebut dianggap telah mengesampingkan kerjasama tersebut dan merugikan kepentingan utama kedaulatan Tiongkok. (*)
Advertisement