Presiden Amerika Serikat, Donald Trump - Image from : gambar diambil dari internet, segala keluhan mengenai hak cipta, dapat menghubungi kami
Washington, Bolong.id - Di tengah ketegangan yang terus meningkat antara Amerika Serikat (AS) dengan Tiongkok, Gedung Putih dilaporkan sedang mempertimbangkan tindakan paling dramatis yang harus diambil, yaitu melarang seluruh anggota dari Partai Komunis Tiongkok (PKT), salah satu partai politik terbesar dunia, memasuki negeri Paman Sam tersebut.
Draft proklamasi presiden yang sedang dipertimbangkan akan mencabut visa bagi seluruh anggota Partai Komunis Tiongkok, dilansir dari New York Times. Sementara itu, PKT sendiri memiliki lebih dari 90 juta anggota, sekitar 6,5% dari total populasi Tiongkok. Sebagian besar anggota PKT pun tidak memiliki hubungan tertentu dengan pemerintah dan kemungkinan bergabung dengan partai untuk memperkaya daftar riwayat hidup. Jika larangan ini juga diterapkan pada keluarga anggota partai, maka ini akan mengakibatkan sebagian besar warga Tiongkok dilarang mengunjungi AS.
Tentu saja, larangan ini bisa saja hanya sebuah gertakan tanpa implementasi sesungguhnya, seperti halnya yang dikatakan oleh Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo bahwa Trump sedang “mempertimbangkan” pelarangan aplikasi Tiongkok, seperti TikTok. Sementara, hingga kini belum ada kebijakan resmi mengenai implementasi tersebut.
Namun, AS akhir-akhir ini juga telah menyerang keras pemerintah Tiongkok. Pekan lalu, sanksi diumumkan terhadap para pejabat yang terlibat dengan penahanan massal warga Uighur di Xinjiang, sementara minggu ini yang menjadi sasaran adalah mereka yang bertanggung jawab atas Undang-Undang Keamanan Nasional baru yang berlaku di Hong Kong.
Ketika ditanya tentang larangan yang diusulkan tersebut pada konferensi pers di Beijing, Kamis (16/7/2020), Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok, Hua Chunying (华春莹) menyatakan bahwa ini "sangat menyedihkan”. Ia juga menambahkan, "Sebagai kekuatan terkuat, kesan apa yang ingin ia tinggalkan pada dunia kecuali menjatuhkan sanksi?" dilansir dari laman berita shanghaiist.com. (*)
Advertisement