Mark Zuckerberg - Image from internet, segala keluhan mengenai hak cipta, dapat menghubungi kami
Amerika Serikat (AS), Bolong.id - Zuckerberg, CEO Facebook, bukan lagi nama yang asing bagi masyarakat dunia. Di Amerika Serikat, dia adalah taipan media sosial terkenal dengan kekayaan USD96 miliar atau sekitar Rp1.416 triliun.
Ia menikah dengan seorang istri berdarah Tionghoa, belajar tentang budaya Tiongkok, dan memberikan kuliah di Universitas Tsinghua, serta pernah meminta Xi Jinping (习近平) untuk menamai putrinya, dilansir dari VOA Chinese (Selasa, 1/9/2020).
Namun, dari 2015 hingga 2020, sikap Zuckerberg terhadap Tiongkok tampaknya telah berubah 180 derajat. Dia kini secara terbuka menuduh perusahaan teknologi Tiongkok melanggar kebebasan berbicara.
Para ahli percaya, perubahan dalam kebijakan Facebook kepada Tiongkok berasal dari kekhawatiran tak dapat bersaing di pasar Tiongkok dan ancaman keamanan nasional oleh pemerintah Tiongkok.
Pekan lalu, Wall Street Journal menerbitkan sebuah laporan bahwa Zuckerberg bertemu dengan Senator Republik Arkansas Tom Cotton pada September 2019. Sebulan kemudian, Cotton dan Senator Demokrat Chuck Schumer mengeluarkan surat bersama yang meminta badan intelijen untuk menyelidiki aplikasi media sosial Tiongkok, TikTok (抖音).
Sejak itu, pemerintah Amerika meluncurkan penyelidikan keamanan nasional terhadap TikTok. Laporan tersebut menyimpulkan bahwa Zuckerberg memfasilitasi penyelidikan keamanan nasional Amerika terhadap TikTok.
Sebagai tanggapan, Juru bicara Facebook Andy Stone mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa Zuckerberg tidak pernah mengatakan TikTok harus dilarang. Dalam wawancara dengan CNBC, penasihat perdagangan Gedung Putih Navarro mengatakan, laporan tersebut tidak kredibel, perintah administrasi Trump untuk TikTok tidak ada hubungannya dengan Zuckerberg.
Pada Maret 2019, Zuckerberg umumkan platform media sosial yang mengutamakan privasi dan mengatakan Facebook tidak akan mendirikan pusat datanya di negara yang selalu melanggar privasi dan kebebasan berbicara.
Persyaratan pertama Tiongkok untuk perusahaan internet asing adalah semua data pengguna harus disimpan di Tiongkok. Dia memperingatkan bahwa Tiongkok sekarang mengekspor model internet versi Tiongkok-nya.
Namun Josephine Wolf, asisten profesor kebijakan keamanan siber di Tufts University, mengatakan, pendekatan Facebook saat ini tidak berarti bahwa perusahaan telah menyerah memasuki pasar Tiongkok. Dia percaya bahwa perubahan sikap Facebook juga terkait dengan sensor yang dilakukan perusahaan dalam dua tahun terakhir. (*)
Advertisement