Perpres kompensasi vaksin covid - Image from CNBC Indonesia
Jakarta, bolong.id - Presiden Jokowi turut mengatur ihwal kejadian ikutan pasca-imunisasi dalam perpres terbarunya soal vaksin COVID-19. Pemerintah akan memberikan kompensasi apabila ada kasus cacat atau meninggal yang dipengaruhi produk vaksin COVID-19.
Hal tersebut tertuang dalam Perpres Nomor 14 Tahun 2021 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi COVID-19, sebagaimana diakses dari laman JDIH Setneg, Sabtu (13/2/2021).
Perpres ini sekaligus merevisi Perpres Nomor 64 Tahun 2020. Dalam Pasal 15A disebutkan bahwa pemantauan kejadian ikutan pasca-vaksinasi COVID-19 dilakukan pencatatan dan pelaporan. Pencatatan dan pelaporan serta investigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh fasilitas pelayanan kesehatan atau dinas kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
"Berdasarkan hasil pencatatan dan pelaporan serta investigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan kajian etiologi lapangan oleh Komite Daerah Pengkajian dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi dan kajian kausalitas oleh Komite Nasional Pengkajian dan penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi," bunyi Perpres Nomor 14/2021 Pasal 15A ayat (3).
Kemudian, dalam Pasal 15B disebutkan ada kompensasi dari pemerintah jika produk vaksin COVID-19 menimbulkan kecacatan atau kematian. Kompensasi ini berupa santunan cacat atau santunan kematian.
Berikut isi pasal 15B:
(1) Dalam hal terdapat kasus kejadian ikutan pasca vaksinasi yang dipengaruhi oleh produk Vaksin COVID-19 berdasarkan hasil kajian kausalitas sebagaimana dimaksud dalam pasal l5A ayat (3) dan kasus tersebut menimbulkan kecacatan atau meninggal, diberikan kompensasi oleh pemerintah.
(2) Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa santunan cacat atau santunan kematian.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria, bentuk, dan nilai besaran untuk kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri Kesehatan setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan.
Hal tersebut diatur dalam ketentuan ayat (1) dan ayat (2) pasal 11 yang sudah diubah dari Perpres 64/2020.
Berikut bunyinya:
Pasal 11
(1) Dalam hal terjadi keadaan kahar (force majeure) sebagaimana tercantum dalam kontrak atau kerja sama dan/atau kegagalan pemberian persetujuan penggunaan pada masa darurat (emergency use authorization) atau penerbitan Nomor lzin Edar (NIE) Vaksin COVID-19, pelaksanaan kontrak atau kerjasama dalam pengadaan Vaksin COVID-19 dapat dihentikan.
(2) Keadaan kahar (force majeure) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan suatu keadaan yang terjadi di luar kehendak para pihak dalam kontrak atau kerja sama dan tidak dapat diperkirakan sebelumnya, sehingga kewajiban yang ditentukan dalam kontrak atau kerja sama menjadi tidak dapat dipenuhi meliputi keseluruhan proses pengadaan Vaksin COVID-19 termasuk penyerahan Vaksin COVID-19.
Dalam Perpres ini, juga dijelaskan tiga skema pengadaan vaksin COVID-19, yaitu:
1. Penugasan kepada badan usaha milik negara;
2. Penunjukan langsung badan usaha penyedia; dan/atau
3. Kerja sama dengan lembaga/badan internasional.
Perpres Nomor 14 Tahun 2021 ditetapkan di Jakarta pada tanggal 9 Februari dan diundangkan tanggal 10 Februari. (*)
Advertisement