Beijing, Bolong.id - Tujuh puluh tahun silam, pemuda - pemudi Tiongkok, termasuk Mao Anying 毛安英, putra sulung Mao Zedong 毛泽东, berperang menentang Agresi AS dan membantu Korea di kota perbatasan Kuandian. Semangat prajurit itu harus diturunkan dari generasi ke generasi hingga sekarang.
Demikian kata Yu Qinglong 于庆龙, kepala sekolah Mao Anying School, seperti dilansir dari CGTN, Rabu (21/10/2020).
Pada 2003, di kota itu dibangun sekolah dasar untuk menghormati Mao Anying, yang gugur dalam pemboman pada tahun 1950, hanya 50 hari setelah ia bergabung dalam perang. Saat itu, dia berusia 28 tahun dan baru saja menikah.
Sekolah itu dibangun sangat dekat dengan jembatan tempat Mao melintasi perbatasan untuk berperang. Ini memiliki pusat pameran kecil bagi siswa untuk belajar tentang Mao Anying dan perang.
“Kami berharap dapat memotivasi para siswa melalui pembelajaran tentang kehidupan dan prestasi para pahlawan seperti Mao Anying, Dong Cunrui dan Huang Jiguang, sehingga mereka dapat mengapresiasi perdamaian hari ini yang telah diperoleh dengan susah payah, dan lebih mencurahkan semangat untuk studi mereka,” kata Yu Qinglong.
Perang tiga tahun, yang dikenal di Tiongkok sebagai Perang untuk Melawan Agresi AS dan Membantu Korea, merenggut ratusan ribu nyawa warga Tiongkok. Kebanyakan dari mereka, termasuk Mao Anying, dikuburkan di tanah asing, tetapi pengorbanan mereka tidak sia-sia.
"Negara kita telah berkembang dan kita menjalani hidup bahagia, semua itu berkat para pahlawan. Tanpa pengorbanan mulia mereka, ini tidak akan terjadi. Aku akan belajar keras dan melakukan yang terbaik sehingga ketika aku dewasa aku mungkin membantu pembangunan bangsa, "kata Sheng Yuting, seorang siswa kelas enam di sekolah tersebut.
Tujuh puluh tahun telah berlalu, namun semangat para pemuda dan pemudi yang berkorban untuk perdamaian dan kemakmuran bangsa terus hidup, menerangi jalan ke depan bagi pemuda Tiongkok.
Advertisement