Lama Baca 3 Menit

Data Pengguna Facebook Dijual Hacker Seharga 280 Ribu Rupiah di Telegram

27 January 2021, 11:00 WIB

Data Pengguna Facebook Dijual Hacker Seharga 280 Ribu Rupiah di Telegram-Image-1

Hacker - Image from kanalcoin.com

Jakarta, Bolong.id - Sebanyak 533 juta data pengguna Facebook diperjualbelikan secara ilegal oleh hacker, dengan memanfaatkan bot di aplikasi pesan instan Telegram. Ada pun harga yang dipatok untuk satu kredit adalah 20 dollar AS (sekitar Rp 282.000).

Data yang diperjualbelikan seperti user ID dan nomor telepon (HP). Kasus ini pertama kali diungkap oleh Alon Gal, Chief Technical Officer pada perusahaan keamanan siber Hudson Rock.

Satu kredit diperlukan untuk setiap satu nomor telepon atau identitas pengguna Facebook yang ingin diakses.

Hacker itu juga menawarkan penjualan dalam jumlah besar, 1.000 kredit data dengan harga 5.000 dollar AS (sekitar Rp70,5 juta).

Menurut Gal, ini adalah imbas dari kebocoran data Facebook yang terjadi pada Agustus 2019 lalu. Gal turut memaparkan bahwa sang hacker memanfaatkan bot yang tersedia pada aplikasi Telegram. Bot ini memungkinkan seseorang mengetahui user ID pengguna Facebook, apabila mereka sudah mempunyai nomor telepon pengguna yang dicari.

Sebaliknya, apabila calon pembeli sudah memiliki user ID Facebook seseorang, maka bot akan mencari nomor telepon pengguna yang bersangkutan. Agar bisa mengakses data ini, peminat diminta membeli kredit.

Dihimpun KompasTekno dari Motherboard, Rabu (27/1/2021), bot ini diklaim telah menampung ratusan juta data pengguna yang tersebar di berbagai negara, mulai dari AS, Kanada, Inggris, Australia, serta puluhan negara lainnya.

Meski disebut kebanyakan nomor telepon yang bocor berasal dari kebocoran data Facebook pada 2019 lalu, namun kasus ini tetap mengancam risiko pengguna. Sebab, tidak banyak orang yang rutin mengganti nomor pribadi mereka.

Hingga saat ini belum diketahui secara pasti apakah bot yang dimaksud telah dihapus oleh pihak Telegram atau belum.

Namun apabila bot tersebut telah dihapus, ironisnya para hacker masih bisa mengakses data-data tersebut melalui internet. (*)