Obat molnupiravir keluaran Mercks - Image from Dari berbagai sumber. Segala keluhan terkait hak cipta silahkan hubungi kami
Jakarta, Bolong.id - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menargetkan obat Covid-19 racikan Merck, Molnupiravir, dapat dilakukan di Indonesia pada tahun depan. Hal itu dipaparkan BGS, sapaan akrab Budi Gunadi Sadikin, dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI di ruang rapat Komisi IX DPR RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (8/11/2021).
Ia pun menjelaskan, Molnupiravir ini sudah disetujui penggunaannya oleh FDA alias BPOM AS. Berdasarkan hasil uji klinisnya, Molnupiravir dikatakan bisa mengurangi 50% kemungkinan pasien Covid-19 menderita gejala yang parah hingga perlu dilarikan ke rumah sakit. Sejalan dengan itu, obat ini juga akan diberikan kepada mereka yang positif terpapar Covid-19 namun tidak dirawat di rumah sakit.
BGS lebih lanjut juga menyebutkan Molnupiravir bukan satu-satunya obat Covid-19 yang beredar. Pesaing dari Molnupiravir ini adalah Ritonavir yang diberi nama dagang Paxlovid keluaran Pfizer. Meski obat buatan Pfizer diklaim memiliki efektivitas hingga 85% dalam mengurangi keparahan gejala Covid-19, Molnupiravir disebut BGS menjadi pilihan karena sudah disetujui lebih jauh saat ini.
"Apakah ada saingannya? Ada, baru keluar hari ini dari Pfizer. Tapi apakah dia sudah sejauh Molnupiravir mendapatkan approval-nya, masih agak tertinggal di belakang. Cuma dia klaimnya bisa lebih tinggi, bisa mengurangi derajat keparahan masuk RS-nya di atas 80%, malah ada yang bilang sampai 85%," ujarnya.
Mantan Wakil Menteri BUMN itu melanjutkan, Merck sudah memberikan voluntary license kepada 8 perusahaan India. Pasalnya, struktur industri farmasi di India kuat dan berbiaya lebih rendah, mulai dari hulu ke hilir, sehingga menyebabkan banyak produk kesehatan buatan India murah. Indonesia sendiri pun berencana untuk mengimpor terlebih dahulu obat Covid-19 tersebut sebelum produksi dalam negeri berjalan.
"Nah yang dibuat di India kita menggunakan dua strategi. Strategi pertama kita beli dulu, impor. Sudah terjadi diskusi dengan beberapa perusahaan farmasi swasta dan BUMN dengan perusahaan India dan Merck supaya sebelum akhir tahun bisa datang dulu berapa ratus ribu sehingga nanti, mudah-mudahan tidak terjadi, tapi kalau ada lonjakan kita sudah punya obatnya untuk mengurangi tekanan ke rumah sakit," kata BGS.
Terkait dengan itu, Menkes menyebut Indonesia sedang melakukan negosiasi agar voluntary license juga diberikan kepada perusahaan-perusahaan farmasi Indonesia. Pemerintah, lanjut dia, berperan sebagai fasilitator mengingat
status Merck adalah perusahaan swasta.
"Jadi kita memfasilitasi, membantu, menunjukkan keseriusan pemerintah dengan BPOM juga bahwa kita pasti akan mendukung supaya terjadi produksi dari obat ini di Indonesia. Dan mereka bisa masuk langsung atau melakukan joint venture yang penting produksinya di Indonesia," ujar BGS.
'Karena pengalaman kita kayak kemarin kalau produksi obatnya di luar atau vaksinnya di luar, kalau tiba-tiba ada apa-apa kita gak bisa ngapa-ngapain juga. Jadi oleh karena itu itu sedang berjalan. Mudah-mudahan target kami tahun depan deh seenggaknya ada yang produksi di sini," lanjutnya.
Sementara itu, BGS juga menyebutkan bahwa strategi pengobatan merupakan salah satu dari empat strategi Indonesia dalam menangani pandemi.
Advertisement