Pelajar di Tung Chung, HK Saat Upacara Pada Septembet 2019 - Image from : gambar diambil dari internet, segala keluhan mengenai hak cipta, dapat menghubungi kami
Hong Kong, Bolong.id - Pemerintah pusat Tiongkok mengatakan pada hari Jumat (12/6/2020) bahwa sistem pendidikan di Wilayah Administratif Khusus Hong Kong harus diperbaiki agar sesuai dengan prinsip "satu negara, dua sistem". Seruan tersebut dibuat oleh lembaga pemerintah pusat yang mengawasi urusan Hong Kong ketika mereka menegur kelompok aktivis yang menyelenggarakan pemungutan suara daring, di mana menghasut siswa sekolah menengah untuk memboikot kelas karena usulan UU Keamanan Nasional Hong Kong.
Hong Kong telah menyaksikan satu tahun protes anti-pemerintah, dipicu oleh RUU ekstradisi yang sekarang sudah ditarik, dengan kerusuhan hanya terhenti selama wabah COVID-19. Hampir 9.000 orang ditangkap karena pelanggaran terkait protes, sekitar 40 persen dari jumlah tersebut adalah pelajar. Juru bicara Kantor Penghubung Pemerintah Pusat Rakyat di Wilayah Administratif Khusus Hong Kong menyatakan dukungannya yang kuat untuk pemerintah Hong Kong agar mendidik pemuda-pemudi di kota tersebut tentang keamanan nasional dan identitas nasional dalam struktur yang lebih baik dan sistem yang sejalan dengan prinsip "satu negara, dua sistem", melansir dari laman chinadaily.com.
Dalam pernyataan itu, juru bicara tersebut mengutip beberapa masalah pendidikan Hong Kong yang kontroversial, termasuk buku teks yang memihak, pertanyaan ujian dan kurikulum yang mengandung unsur anti-Tiongkok dan tidak memiliki gambaran lengkap tentang sejarah bangsa mereka. Disebutkan bahwa terjadinya kerusuhan telah mengungkapkan bahwa banyak anak muda tidak memiliki rasa identitas nasional, sementara itu adalah tugas bagi semua pekerja pendidikan di kota Hong Kong untuk membina generasi muda yang dapat berkontribusi kepada Hong Kong dan negara Tiongkok.
Pihak Kantor Urusan Dewan Negara Hong Kong dan Makau juga menyebutkan bahwa dalam beberapa tahun terakhir, terdapat kelompok-kelompok politik, atau bahkan beberapa guru yang membawa politik ke sekolah-sekolah Hong Kong, mengganggu kegiatan pengajaran dan merusak perkembangan siswa. Beberapa guru juga disebutkan bahwa mereka telah bertindak tidak profesional dengan mengungkapkan pendapat radikal di ruang kelas dan bahkan mendorong siswa untuk mengambil bagian dalam kegiatan ilegal dan kekerasan. Untuk itu, Biro Pendidikan akan meminta semua guru menyelesaikan program pelatihan wajib tentang perilaku profesional dan pembangunan nasionalisme yang dimulai pada bulan September nanti.
Wong Yuk-shan (黃玉山), presiden Universitas Terbuka Hong Kong, mengatakan bahwa pernyataan pada hari Jumat (12/6/2020) tersebut menunjukkan kepercayaan Beijing pada pemerintah Hong Kong dalam berurusan dengan kecacatan dalam sistem pendidikan Hong Kong. Profesor tersebut juga mengatakan bahwa para pelajar Hong Kong tidak memiliki pemahaman yang jelas tentang prinsip "satu negara, dua sistem" dan sejarah negara mereka, sehingga pemerintah memiliki kewajiban untuk menutup celah dalam kurikulum dan keseluruhan sistem pendidikan di Hong Kong.
Wang Guiguo (王贵国), seorang profesor hukum di Universitas Kota Hong Kong, mengatakan bahwa siswa tidak boleh mengekspresikan pandangan politik mereka dengan cara yang tidak pantas, mereka juga harus menghadapi tanggung jawab mereka sebagai orang Tiongkok dan menerima kenyataan "satu negara, dua sistem".*
Advertisement